PENYUSUNAN INSTRUMEN NON TES
A. Penyusunan Instrumen Non-Tes
Teknis nontes adalah suatu alat penilaian yang biasanya dipergunakan
untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan peserta tes (Inggris:
testee) dengan tidak menggunakan tes. Hal ini berarti bahwa jawaban yang
diberikan oleh peserta tes tidak bisa dikategorikan sebagai jawaban benar atau
salah sebagaimana interpretasi jawaban tes. Dengan teknik nontes maka penilaian
atau evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan tanpa “menguji” peserta
didik melainkan dilakukan dengan cara tertentu.
Teknik penilaian nontes berarti melaksanakan penilaian
dengan tidak menggunakan tes. Sedangkan teknik penilaian non tes tulis
maksudnya adalah bentuk evaluasi non tes yang berbentuk tulisan atau non lisan.
Adapun menurut Hasyim, ”Penilaian non test adalah penilaian
yang mengukur kemampuan siswa secara langsung dengan tugas-tugas riil dalam
proses pembelajaran. Contoh penilaian non test banyak terdapat pada
keterampilan menulis untuk bahasa, percobaan laboratorium sains, bongkar pasang
mesin, teknik dan sebagainya”.
Penilaian yang dilakukan dengan teknis nontes
terutama bertujuan untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan evaluasi
hasil belajar peserta didik dari segi ranah sikap hidup (affective domain) dan
ranah ketrampilan (psychomotoric domain). David Krathwohl (1974), sebagaimana
dikutip Anas Sudijono (2005 : 54) mengembangkan taksonomi mengenai ranah afektif
ini dengan membaginya kedalam
lima jenjang yaitu : receiving (menerima), responding (merespon), valuing
(menilai atau memaknai), organization
(mengorganisasi) dan (characterization by a value or value complex
(karakterisasi dengan suatu nilai atau nilai yang kompleks).
Kemampuan psikomotor (psychomotoric domain)
adalah kemampuan yang berhubungan dengan gerak yaitu kemampuan dalam
menggunakan otot-otot seperti berjalan, lari, melompat, berenang, melukis,
membongkar dan memasang peralatan dan lain sebagainya. Dalam dunia psikologi,
kemampuan psikomotor dibagi kedalam lima tingkatan yaitu gerak refleks, gerakan
dasar, kemampuan perseptual, kemampuan fisik, gerakan trampil dan komunikasi
nondiskursip (Sax, 1980: 76).
B. Teknik Penyusunan Non Tes
Teknik nontes merupakan teknik penilaian untuk
memperoleh gambaran terutama mengenai karakteristik, sikap, atau kepribadian.
Selama ini teknik nontes kurang digunakan dibandingkan teknis tes. Dalam
proses pembelajaran pada umumnya kegiatan penilaian mengutamakan teknik
tes. Hal ini dikarenakan lebih berperannya aspek pengetahuan dan keterampilan
dalam pengambilan keputusan yang dilakukan guru pada saat menentukan
siswa. Seiring dengan berlakunya kurikulum tingkat satuan pendidikan
(KTSP) yang didasarkan pada standar kompetensi dan kompetensi dasar maka teknik
penilaian harus disesuaikan dengan kompetensi yang
diukur, aspek yang akan
diukur, pengetahuan, keterampilan atau
sikap, kemampuan siswa yang akan diukur, sarana
dan prasarana yang ada.
Dalam dunia pendidikan teknik nontes yang
sering digunakan adalah pengamatan (observasi), dan terkadang, seorang guru
juga menggunakan wawancara. Dalam penelitian-penelitian sosial, teknik nontes
biasanya juga digunakan untuk mendapatkan informasi mengenai keadaan obyek
penelitian. Teknik nontes yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian
sosial penelitian adalah kuesioner. Dibawah ini adalah jenis-jenis penelitian
non tes :
a. Pengamatan
(Observasi)
Secara umum, pengertian observasi adalah cara
menghimpun bahan-bahan keterangan atau data yang dilakukan dengan mengadakan
pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap fenomena-fenomena yang
sedang dijadikan sasaran pengamatan.
Observasi sebagai alat evaluasi banyak
digunakan untuk menilai tingkah laku individu atau proses terjadinya suatu
kegiatan yang dapat diamati, baik dalam situasi yang sebenarnya maupun dalam
situasi buatan. Observasi dapat mengukur atau menilai hasil dan proses belajar
: misalnya tingkah laku peserta didik pada waktu guru pendidikan agama
menyampaikan pelajaran di kelas, tingkah laku peserta didik pada jam-jam
istirahat atau pada saat terjadinya kekosongan pelajaran, perilaku peserta
didik pada saat sholat jamaah di mushola sekolah, ceramah-ceramah keagaaman,
upacara bendera, ibadah shalat tarawih dan sebagainya.[1]
Teknik pengamatan atau observasi merupakan
salah satu bentuk teknik nontes yang biasa dipergunakan untuk menilai sesuatu
melalui pengamatan terhadap objeknya secara langsung, seksama dan sistematis.
Pengamatan memungkinkan untuk melihat dan mengamati sendiri kemudian mencatat
perilaku dan kejadian yang terjadi pada keadaan sebenarnya. Berikut ini beberapa karakteristik
dari observasi yaitu mempunyai tujuan, bersifat ilmiah, terdapat aspek yang
diamati, praktis
Menurut Moleong (2005 : 176) pengamatan dapat
dibedakan menjadi dua yaitu pengamatan berperanserta dan tidak berperanserta.
Dalam pengamatan yang tidak berperanserta, seseorang hanya melakukan satu
fungsi yaitu mengamati tetapi pada pengamatan berperanserta seseorang disamping
mengamati juga menjadi anggota dari obyek yang diamati.
Pengamatan dapat pula dibagi atas pengamatan
terbuka dan tertutup. Terbuka jika obyek yang diamati mengetahui bahwa mereka
sedang diamati dan sebaliknya. Selain itu pengamatan juga dibagi pada latar
alamiah (pengamatan tak terstruktur) dan latar buatan (pengamatan terstruktur).
Pengamatan ini biasanya dapat dilakukan pada eksperimen. Dalam pengamatan
berstruktur, kegiatan pengamatan itu telah diatur sebelumnya. Isi, maksud,
objek yang diamati, kerangka kerja, dan lain-lain, telah ditetapkan sebelum
kegiatan pengamatan dilaksanakan. Oleh karena itu, kegiatan pencatatan hanya
dilakukan terhadap data-data yang sesuai dengan cakupan bidang kebutuhan
seperti yang telah ditetapkan sejak semula. Lain halnya dengan pengamatan tak
berstrukur, dalam melakukan pengamatannya, si pengamat tidak dibatasi oleh
kerangka kerja yang telah dipersiapkan sebelumnya. Setiap data yang muncul yang
dianggap relevan dengan tujuan pengamatannya langsung dicatat. Dengan demikian,
data yang diperoleh lebih mencerminkan keadaan yang sesungguhnya. Perilaku
siswa dalam keadaan seperti itu bersifat wajar, apa adanya dan tidak
dibuat-buat.
Teknik pengamatan jika dilakukan untuk melihat
apakah perbuatan siswa sudah benar atau tidak dapat dikategorikan sebagai
teknik tes. Misalnya jika dalam praktek olahraga seorang guru akan melihat
apakah cara melempar lembing seseorang sudah sesuai dengan teori atau tidak,
maka pengamatan jenis ini terkategori sebagai teknik tes. Tetapi jika
pengamatan dilakukan terhadap aspek afektif seperti cara seorang siswa bersikap
terhadap guru, menjaga kebersihan, perhatian terhadap tugas-tugas sekolah dan
sebagainya, maka teknik ini termasuk teknik nontes. Pengamatan/observasi
adalah teknik penilaian yang dilakukan oleh pendidik dengan menggunakan indera
secara langsung. Observasi dilakukan dengan cara menggunakan instrumen yang
sudah dirancang sebelumnya.
Contoh aspek yang diamati
pada pelajaran Matematika:ketelitian;
§ kecepatan
kerja;
§ kerjasama;
§ kejujuran.
Contoh
aspek yang diamati pada pelajaran Bahasa Indonesia
§ kerapian
dan kebenaran tulisan;
§ kesantunan
berbahasa;
§ kecermatan
berbahasa.
Contoh
aspek yang diamati pada pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan;
§ kedisiplinan;
§ tanggung
jawab;
§ kerjasama;
§ inisiatif;
§ toleransi;
§ kebersihan
dan kerapihan.
Alat/instrumen
Untuk penilaian
melalui pengamatan dapat menggunakan skala sikap dan atau angket
(kuesioner).
Skala
sikap
Skala
sikap adalah alat penilaian hasil belajar yang berupa sejumlah pernyataan sikap
tentang sesuatu yang jawabannya dinyatakan secara berskala, misalnya skala
tiga, empat atau lima. Pengembangan skala sikap
dapat mengikuti langkah-langkah sebagai berikut :
1) Menentukan
objek sikap yang akan dikembangkan skalanya misalnya sikap terhadap kebersihan.
2) Memilih dan membuat
daftar dari konsep dan kata sifat yang relevan dengan objek penilaian sikap. Misalnya : menarik,
menyenangkan, mudah dipelajari dan sebagainya.
3) Memilih
kata sifat yang tepat dan akan digunakan dalam skala.
4) Menentukan
skala dan penskoran.
Contoh
:
Penilaian
skala sikap terhadap kebersihan.
No
|
Pernyataan
|
Skala
|
||||
1
|
2
|
3
|
4
|
5
|
||
1.
|
Rumah sebaiknya dirawat
kebersihannya setiap hari
|
|||||
2.
|
Kebersihan rumah menjadi
tanggung jawab semua anggota keluarga
|
|||||
3.
|
Ruang kelas perlu dijaga
kebersihannya setiap hari
|
|||||
4.
|
Kebersihan ruang kelas menjadi
tanggung jawab setiap anggota kelas
|
|||||
5.
|
Setiap siswa sebaiknya
melaksanakan tugas piket dengan penuh rasa tanggung jawab
|
|||||
6.
|
Anak yang lalai melaksanakan
tugas piket harus menggantinya pada waktu lain
|
|||||
7.
|
Ketua kelas tidak perlu
melaksanakan tugas piket karena sudah bertugas mengatur kegiatan kelas
|
Keterangan :
1.
sangat tidak setuju
2.
tidak setuju
3.
kurang setuju
4.
setuju
5.
sangat setuju
Sama
halnya dengan instrument evaluasi yang lain,obsevasi memiliki beberapa
kelemahan dan kelebihan yaitu:
a) Kelemahan:
1. Pelaksanaannya sering terganggu
keadaan cuaca atau kesan yang kurang baik dari observer maupun observi.
2. Masalah yang sifatnya pribadi sulit
diamati.
3. Apabila memakan waktu lama, akan
menimbulkan kejenuhan.
b) Kelebihan:
1. Observasi cocok dilakukan untuk
berbagai macam fenomena.
2. Observasi cocok untuk mengamati
perilaku.
3. Banyak aspek yang tidak dapat diukur
dengan tes tetapi bisa diukur dengan observasi.
b. Wawancara/Interview
Secara umum yang dimaksud dengan wawancara
adalah cara menghimpun bahan-bahan keterangan yang dilaksanakan dengan
melakukan tanya jawab lisan secara sepihak, berhadapan muka, dan dengan arah
serta tujuan yang telah ditentukan.
Wawancara
atau interview merupakan salah satu alat penilaian nontes yang dipergunakan
untuk mendapatkan informasi tertentu tentang keadaan responden dengan jalan
tanya-jawab sepihak. Dikatakan sepihak karena pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dalam kegiatan wawancara itu hanya berasal dari pihak pewawancara
saja, sementara responden hanya bertugas sebagai penjawab. Maksud diadakan
wawancara sebagaimana dikutip Moleong dari Lincoln dan Guba (1985 : 266) antara
lain mengkonstruksi mengenai orang, kejadian, organisasi, perasaan, motivasi,
tuntutan, kepedulian dan lain sebagainya.[2]
Ada banyak pembagian wawancara yang dilakukan
para ahli. salah satu diantaranya adalah membagi wawancara kedalam dua bentuk
yaitu wawancara bebas dan wawancara terpimpin. Yang dimaksud wawancara
terpimpin adalah suatu kegiatan wawancara yang pertanyaan-pertanyaan serta
kemungkinan-kemungkinan jawabannya itu telah dipersiapkan pihak pewawancara,
responden tinggal memilih jawaban yang sudah dipersiapkan pewawancara.
Sebaliknya dalam wawancara bebas, responden diberi kebebasan untuk menjawab
pertanyaan-pertanyaan pewawancara sesuai dengan pendapatnya tanpa terikat oleh
ketentuan-ketentuan yang telah dibuat pewawancaranya. Sedangkan kelemahan dan kelebihan
jenis instrument wawancara adalah sebagai berikut:
a) Kelemahan:
1. Jika subjek yang ingin diteliti
banyak maka akan memakan waktu yang banyak pula.
2. Terkadang wawancara berlangsung
berlarut-larut tanpa arah.
3. Adanya sikap yang kurang baik dari
responden maupun penanya.
b) Kelebihan:
1. Dapat memperolehinformasi secara
langsung sehingga objectivitas dapat diketahui.
2. Dapat memperbaiki proses dan hasil
belajar
3. Pelaksanaannya lebih fleksibel,
dinamis dan personal
c. Kuisioner
Angket
atau kuisioner juga dapat digunakan sebagai alat bantu dalam rangka penilaian
hasil belajar. Berbeda dengan wawancara dimana penilai atau evaluator
berhadapan secara langsung (face to face) dengan peserta didik atau dengan
pihak lainnya, maka dengan menggunakan angket pengumpulan data sebagai bahan
penilaian hasil belajar jauh lebih praktis, menghemat waktu dan tenaga. Hanya
saja jawaban-jawaban yang diberikan acapkali tidak sesuai dengan kenyataan yang
sebenarnya; apalagi jika pertanyaan-pertanyaan yang diajukan dalam angket itu
kurang tajam, sehingga memungkinkan bagi responden untuk memberikan jawaban
yang diperkirakan akan melegakan atau memberikan kepuasan kepada pihak penilai.
Kuesioner merupakan bentuk lain dari teknik
nontes. Secara umum, ada dua jenis kuesioner yaitu kuesioner tertutup dan
terbuka. Kuesioner tertutup adalah kuesioner yang telah disediakan alternatif
jawabannya sehingga responden tinggal memilih yang sesuai dengan keadaan
dirinya. Sedangkan kuesioner terbuka adalah kuesioner yang jawabannya belum
disediakan sehingga responden bebas menuliskan apa yang dia rasakan. Satu hal
yang menjadi ciri utama kuesioner adalah dalam kuesioner tidak ada jawaban benar
atau salah. Angket adalah alat
penilaian hasil belajar yang berupa daftar pertanyaan tertulis untuk menjaring
informasi tentang sesuatu, misalnya tentang latar belakang keluarga siswa,
kesehatan siswa, tanggapan siswa terhadap metode pembelajaran, media, dan
lain-lain.[3]
Contoh angket adalah sebagai berikut :
Nama
: ………………………..
Kelas
: ………………………..
Petunjuk Pengisian angket!
Pilihlah salah satu
jawaban yang sesusai dengan Anda dengan memberi tanda silang (X) pada huruf a,
b, c atau d.
1. Air minum di keluargamu berasal dari ....
a. sumur
b. kemasan
c. hujan
d. sungai
2. Air
mandi di keluargamu berasal dari ....
a. sumur
b. kemasan
c. hujan
d. sungai
3. Buku dan alat tulismu disiapkan oleh ....
a. orang tua
b. pembantu
c. kakak
d. saya sendiri
4. Tempat tidurmu dirapikan oleh ....
a. orang tua
b. pembantu
c. kakak
d. saya sendiri
5. Setiap hari rumahmu dibersihkan oleh ....
a. orang tua
b. pembantu
c. saudara
d. seluruh anggota
keluarga
Contoh Angket
Pendidikan Kewarganegaraan (Kelas VI/1)
Kompetensi Dasar : Meneladani nilai-nilai
juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari
Indikator : Mencontoh nilai persatuan dan kesatuan dalam kehidupan sehari hari
Nama siswa :
.................................
Jenis kelamin :
..................................
Kela :
..................................
Petunjuk Pengisian
angket!
Lingkari pada pernyataan
(Ya/tidak) yang sesuai dengan pilihan Anda .
- Mencontoh nilai
persatuan
·
Dalam berteman
memilih-milih berdasarkan suku, ras, agama. Ya/Tidak
·
Menghargai pendapat orang
lain Ya/Tidak
·
Membuat kelompok
belajar Ya/Tidak
·
Suka bertengkar dengan
teman
Ya/Tidak
·
Mengejek teman yang kurang
beruntung
Ya/Tidak
2.
Mencontoh nilai kesatuan
·
Ikut lomba tarian daerah
tingkat propinsi.
Ya /Tidak
·
Mengikuti jambore Tingkat
Nasional
Ya/Tidak
·
Tidak peduli terhadap bencana alam yang menimpa teman
di propinsi
lain
Ya/Tidak
·
Merusak cagar budaya
alam
Ya/Tidak
·
Melaksanakan upacara
bendera dengan
tertib
Ya/Tidak
Ada beberapa alasan kenapa kuesioner sering dipergunakan orang dalam
mengumpulkan informasi tertentu
yaitu : butir-butir kuesioner dapat diberikan kepada responden secara serentak
sehingga lebih efektif, butir-butir dalam kuesioner lebih menjamin
keseragaman baik perumusan kata, isi maupun urutannya serta kuesioner lebih
memudahkan dalam memberikan
jawaban, kuesioner memudahkan sumber data dalam memberikan jawaban serta
kepraktisan serta relative lebih murah dibandingkan metode nontes yang lain. Sama halnya dengan instrument lain,
angket juga memiliki beberapa kelemahan dan keunggulan, antara lain:
a)
Kelemahan:
1.
Ada
kemungkinan angket
diisi oleh orang yang bukan menjadi target.
2. Target menjawab berdasarkan
altternatif jawaban yang tersedia
b) Keunggulan:
1. Responden dapat meenjawab dengan
bebas tanpa dipengaruhi hubungan dengan peneliti atau penilai.
2. Informasi yang terkumpul lebih mudah
karena homogen.
3. Dapat mengumpulkan data dari jumlah
responden yang relatif banyak.
d. Inventori
Inventori kepribadian hampir serupa dengan tes kepribadian,
namun pada inventori kepribadian jawaban peserta didik selalu benar selama
menyatakan dengan sesungguhnya.Walaupun demikian digunakan pula skala-skala tertentu
untuk mengkuantifikasi jawaban agar dapat dibandingkan.
Inventori (inventaris,
inventarisasi) adalah satu alat untuk menaksir dan menilai ada atau tidak
adanya tingkah laku, minat, sikap tertentu dan sebagainya. Biasanya inventaris
ini berbentuk daftar pertanyaan yang harus dijawab.[4]
Di tinjau dari segi diungkapkannya
data, maka sifat dari tekhnik ini adalah approach self report, sebab individu
dengan inventoris itu dapat menyatakan segala aspek-asek kepribadian
penyesuaiannya secara bebas. Adapun bentuk dari inventoris itu dapat berupa
questionaire (angket), chek-list atau rating scale. Dengan alat-alat ini di
harapkan individu dapat menunjukkan bagaimana biasanya ia merasa, bagaimana ia
bersikap, berbuat dan mengerjakan sesuatu. Berdasarkan tujuan-tujuan itu maka
kita mengenal adanya berbagai jenis inventori seperti: personality inventories,
interest inventories, dan attitude inventories.
A. Personality inventories
Ialah inventoris yang dipersiapkan untuk mengungkapkan
aspek-aspek kepribadian seseorang. Contoh-contoh dari personality inventories
ini antara lain.
1) BERNREUTER’S
PERSONALITY INVENTORY
Inventori ini berisi 125 pertanyaan yang harus dijawab
dengan “ya” atau “tidak” Atau tanda tanya ‘’?”. Tiap-tiap pertanyaan hanya
boleh dijawab satu kali. Dari jawaban-jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu
brenreuter menggolong-golongkan, menurut kunci yang disediakan dalam 6
aspek kepribadian, yaitu memenuhi kebutuhan sendiri, kecenderungan
neurotik, introversion-extroversion, sifat mengalah, kepercayaan dan keramahan
dalam pergaulan.
Contoh-contoh pertanyaan dalam inventori ini: Apakah
kamu sering merasa sedih?(pertanyaan untuk introversion-extroversion). Apakah
kamu memperoleh teman baru dengan mudah ? (untuk keramahan dalam bergaul).
Apakah kamu berusaha jalan kaki jika ban sepeda kamu kempes ? ( untuk mengetahui
sifat memenuhi kebutuhan sendiri), dan sebagainya.
2) PINTER’S
ASPECTS OF PERSONALITY
Tipe inventori ini untuk disiapkan untuk siswa kels 4
sampai kelas 9 jadi objek yang dapat diselidiki adalah lebih mudah
dibanding dengan ciptaan bernreuter. Tujuan dari inventori ini adalah untuk
mengungkapkan penyesuaian pribadi anak dalam bidang-bidang : pengaruh kekalahan
(ascendency-submission), introversi-extroversi, dan kestabilan emosionil.
Cara mengerjakan inventori ini dengan menyuruh anak
menyatakan persetujuannya dan ketidaksetujuannya terhadap item-item yang
disediakan. Item-item itu misalnya : jika seorang anak mencoba mendesak dan
berdiri didepan saya, saya tidak takut menyuruhnya kembali ketempatnya. Jika
anak merespon dengan “setuju” untuk sebagian besar dari bagian
ascendency-submission berarti ia memperoleh skore rendah pada bagian
tersebut, yang indikasinya adalah menunjukkan malu atau tipe anak yang suka
menjauhkan diri.
Jika sebagian pada bagian tersebut dijawab tidak
setuju maka hal ini berarti akan memperoleh skore tinggi dan sifat-sifat anak
itu adalah mendominasi dan suka marah.
Skore rendah pada introversi–extroversi menunjukkan
kecenderungan mengundurksn diri, menghindarkan tanggung jawab dan senang hidup
dalam alam fantasi. Anak yang rendah skore stabilitas emosinya seolah-olah
melarikan diri dan sudah bingung.
Hasil inventori aspek-aspek kepibadian ini dapat
dipakai sebagai petunjuk mengenal anak yang membutuhkan advice psikis anak yang
membutuhkan bimbingan pendidikan dan sebagai petujuk bagi psikologist atu
psikiatris dalam studi dan diagnosa kasus maladjustment.
B. Interest
Inventories
Beberapa interest inventori yang terkenal adalah :
1) Strong
Vocational Interest Blank
Inventori ini sengaja disusun untuk mengetahui minat
seseorang dalam hal-hal seperti : jabatan-jabatan, mata pelajaran,
kesenangan-kesenangan, aktivitas-aktivitas, keistimewaan-keistimewaan orang,
dan sebagainya.
Contoh bagian pertama (I) : jabatan-jabatan.
Kemungkinan jawaban yang disediakan adalah suka (s), blanko (b), dan tidak suka
(ts).
1.
Actor………………………….s b ts
2.
Advertensor………………..…s
b
ts
3.
Arsitek………………………..s
b
ts
4.
Opsir
tentara………………….s b
ts
5.
Artist………………………….s b
ts
Dari dasar inventori dapat dikembangkan sendiri suatu struktur baru, yaitu
dengan mengelompokkan 5 macam atau lebih pokok-pokok minat menjadi satu. Siswa
disuruh memilih salah satu dari 5 macam pokok minat itu. Atau dapat juga
disusun struktur dimana hanya ada satu pokok minat dalam satu kelompok yang
terdiri dari 5 atau lebih unsure-unsur minat.
Contoh :
1)
Pilihlah salah satu jabatan yang paling kamu sukai
dari tiap-tiap kelompok ini :
Insinyur
pertanian Tukang
las
Dokter Gigi Juru
rawat
Hakim Pramuria
toko
Bupati
Kepala RT
2)
Pilihlah salah satu mata pelajaran yang kamu sukai
dari tiap-tiap kelompok ini :
Ilmu
tumbuh-tumbuhan Ilmu tanah
Ilmu
kimia
Bakteriologi
Tata
buku
Ilmu ekonomi
Sejarah
Tata
Negara
Cara pengolahan hasilnya adalah dengan menjumlahkan pilihan unsure-unsur
yang sejenis dari item-item. Jumlah yang terbanyak adalah merupakan indikasi
dari minat seseorang pada unsure-unsur itu.
·
Kuder Preference Record
Inventori ini isinya meliputi : Vocational C,
Vocational B, dan Personal A. Vocational C mengukur 10 bidang minat pendidikan
seperti : kegiatan diluar kelas, ilmu pesawat, perhitungan, ilmu pengetahuan
alam, persuasive, mengenai sastra, music, service social, dan ketata usahaan. Vocational
B mengukur semua kecuali kegiatan diluar kelas, dari minat-minat yang diukur
oleh vocational C. Personal A mengukur lima jenis perbedaan kesenangan yang
muncul sebagai panadai membawa diri, hal-hal yang praktis, kemungkinan akur
(setuju) dan mendominasi.
Inventori ini memaksa orang yang diselidiki memilih
aktifitas-aktifitas yang banyak (luas). Tetapi pilihan-pilihan itu tidak
dikelompokkan didalam kategori seperti jabatan, mata pelajaran, dan sebagainya.
Tiap alterntif, dikelompokkan menjadi tiga. Untuk tiap kelompok subjek harus
memilih alternative mana yang paling ia tidak sukai. Contoh :
·
Latihan olahraga
·
Memancing
·
Bermain bola
·
Memasak untuk dihotel
·
Memasak untuk orang-orang yang camping
·
Memasak untuk keluarga
Aktifitas setiap kelompok tidak harus sama kategorinya. Walaupun interest
inventory sangat penting bagi Quidance and Counseling, namun harus diingat
bahwa inventory itu merupakan aptitude test. Interest siswa itu bias
berubah-ubah terutama pada umur-umur dibawah 25 tahun. Bahkan ada juga yang
telah tamat perguruan tinggi masih berubah-ubah tujuan-tujuan mereka. Karena
itu hasil interest inventory hendaknya diikuti sampai individu itu mencapai
kematangan penuh.
C. Attitude inventories
Inventori ini sengaja disusun untuk
mengukur sikap seseorang terhadap orang lain atau objek-objek kebudayaan hasil
ciptaan orang-orang.
Sikap boleh dianggap sebagai satu
bagian dari kepribadian dan biasanya dihubungkan dengan perasaan-perasaan,
emosi serta merupakan factor penting dalam mencantumkan reaksi-reaksi dan
tingkah laku kita. Sesuatu sikap dapat berupa pikiran sebagai pola respon, atau
kecenderungan berakhir atau berbuat dalam cara-cara yang istimewa terhadap
suatu keadaan.
Jadi seseorang menyatakan sikapnya
terhadap aktifitas-aktifitas tertentu, fakta-fakta, partai-partai politik, dan
terhadap seseorang seperti kepala sekolahnya, guru home roomnya, kawan
sepermainannya, dan sebagainya. Sikap yang tidak favoralle biasanya akan
menyebabkan reaksi penolakan atau agresi. Sikap yang netral adalah tidak
memihak. Dan sikap yang favoralle adalah suatu tingkah laku yang membantu,
menyokong, dan meyenangkan.
Untuk pengukuran sikap ini digunakan
metode, yakni metode equal appearing intervals.
·
Metode Equal Appearing Intervals
Thurstonel dan Chave yang mengembangkan metode ini,
dimaksudkan untuk mengekspersikan sikap seseorang terhadap sesuatu persoalan
secara menyeluruh mulai dari yang mendukung, netral, dan tidak mendukung.
Individu disuruh mencek (v) hal mana yang ia setujui. Lalu hasilnya dijumlah,
dan misalnya terdapat score terbanyak (11) menentang, score (6) netral, dan 5 4
2 mendukung. Maka setiap seseorang itu adalah didasarkan pada rata-rata dari
nilai skala yang diceknya.
·
Pemeriksaaan
Dokumen (Documentary Analysis)
Evaluasi
mengenai kemajuan, perkembangan atau keberhasilan belajar peserta didik tanpa
menguji (teknik non tes) juga dapat dilengkapi atau diperkaya dengan cara
melakukan pemeriksaan terhadap dokumen-dokumen misalnya dokumen yang memuat
informasi mengenai riwayat hidup (autobiografi), seperti kapan dan dimana
peserta didik dilahirkan, agama yang dianut, kedudukan anak di dalam keluarga
(anak kandung/anak angkat/anak tiri, anak yatim/yatim piatu, anak keberapa dari
berapa orang anak kandung/anak sulung/anak bungsu; sejak kapan diterima sebagai
siswa, dari mana sekolah asalnya, apakah ia pernah tinggal kelas, apakah ia
pernah meraih kejuaraan sebagai siswa yang berprestasi di sekolahnya, apakah ia
memiliki keterampilan yang khas dan pernah meraih atau mendapatkan penghargaan
karena keterampilan yang dimilikinya itu; apakah yang bersangkutan pernah
menderita penyakit yang serius, jenis penyakit serius yang pernah dideritanya,
berapa lama dirawat di rumah sakit dan sebagainya). Selain itu juga dokumen
yang memuat informasi tentang orang tua peserta didik, seperti; nama, tempat
tinggal, tempat dan tanggal lahir, agama yang dianut, pekerjaan pokoknya,
tingkat atau jenjang pendidikannya, rata-rata pengahasilannya tiap bulan, dan
sebagainya. Juga dokumen yang memuat tentang lingkungan nonsosial seperti
kondisi bangunan ruang belajar, lampu penerangan, sumber pemenuhan kebutuhan
air sehat dan sebagainya.
e. Penugasan
Penilaian dengan penugasan adalah
suatu teknik penilaian yang menuntut peserta didik melakukan kegiatan tertentu
di luar kegiatan pembelajaran di kelas. Penilaian dengan penugasan dapat
diberikan dalam bentuk individual atau kelompok. Penilaian dengan
penugasan dapat berupa tugas atau proyek.
Tugas atau penugasan adalah kegiatan yang dilakukan oleh siswa secara
terstruktur di luar kegiatan kelas, misalnya tugas membuat ringkasan cerita,
menulis puisi, menulis cerita, mengamati suatu obyek, dan lain-lain. Hasil pelaksanaan tugas ini bisa berupa hasil karya,
seperti: karya puisi, cerita; bisa pula berupa laporan, seperti: laporan
pengamatan. Pelaksanaan pemberian tugas perlu memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Banyaknya tugas setiap mata
pelajaran diusahakan agar tidak memberatkan siswa karena memerlukan waktu untuk
istirahat, bermain, belajar mata pelajaran lain, bersosialisasi dengan teman,
dan lingkungan sosial lainnya.
b. Jenis dan materi pemberigan tugas harus didasarkan
kepada tujuan pembemberian tugas yaitu untuk melatih siswa menerapkan atau
menggunakan hasil pembelajarannya dan memperkaya wawasan pengetahuannya. Materi
tugas dipilih yang esensial sehingga siswa dapat mengembangkan keterampilan
hidup yang sesuai dengan bakat, minat, kemampuan, perkembangan, dan
lingkungannya.
c. Diupayakan pemberian tuga dapat mengembangkan
kreatifitas dan rasa tanggung jawab serta kemandirian.
f.
Portofolio
Portofolio merupakan kumpulan karya siswa yang tersusun secara sistematis
dan terorganisasi yang diambil selama proses pembelajaran. Portofolio digunakan
oleh pendidik dan siswa untuk memantau perkembangan pengetahuan, keterampilan
dan sikap siswa dalam mata pelajaran tertentu. Portofolio menggambarkan
perkembangan prestasi, kelebihan dan kekurangan kinerja siswa, seperti kreasi
kerja dan karya siswa lainnya.
a.
Bagian-bagian Portofolio
Bentuk fisik dari portofolio adalah folder, bendel, atau map yang berisikan
dokumen. Agar portofolio siswa mudah dianalisis untuk kepentingan penilaian,
maka idealnya perlu diorganisir dalam beberapa bagian sebagai berikut.
1) Halaman Judul
Pada
halaman depan map portofolio adalah judul atau cover portofolio berisi nama
siswa, kelas, dan sekolah.
2) Daftar isi dokumen
Pada
halaman dalam dari judul berisi daftar isi dokumen yang berada dalam map
portofolio.
3) Dokumen Portofolio
Bendel
dokumen portofolio berisi kumpulan semua dokumen siswa baik hasil karya siswa,
lembar kerja (worksheet), koleksi bacaan, koleksi lukisan, maupun
lembaran-lembaran informasi yang dipakai dalam kegiatan belajar mengajar.
4) Pengelompokan Dokumen
Dokumen-dokumen
dalam portofolio perlu dikelompokkan, misalnya berdasarkan mata pelajaran,
sehingga mudah untuk mendapatkannya bila diperlukan. Agar kelompok dokumen
mudah diorganisir, maka perlu diberi pembatas, misalnya dengan kertas berwarna.
Batasan tersebut sangat berguna untuk memisahkan antara dokumen satu kelompok
dengan kelompok yang lain. Tidak semua berkas karya siswa didokumentasikan tetapi
hanya karya siswa yang terpilih saja. Penentuan karya siswa yang terpilih
merupakan kesepakatan antara pendidik dan siswa.
5) Catatan
Pendidik dan Orangtua
Pada dokumen yang relevan baik yang berupa lembar
kerja, hasil karya, maupun kumpulan dokumen yang dipelajari siswa terutama yang
berupa tugas dari pendidik harus terdapat catatan/komentar/nilai dari pendidik
dan tanggapan orang tua. Lebih baik lagi jika terdapat catatan/tanggapan siswa
yang bersangkutan, dengan demikian pada setiap dokumen terdapat informasi
lengkap tentang masukan dari pendidik dan tanggapan dari orang tua. Setiap
siswa juga dapat memasukkan dokumen yang diperoleh secara mandiri, misalnya
diperoleh dari buku bacaan atau majalah yang membuat anak tertarik untuk
mempelajari atau mengoleksinya. Sehingga dalam portofolio siswa, dokumen tidak hanya
berasal dari pendidik atau pelajaran semata, tetapi juga bisa berisi kumpulan
koleksi siswa yang bersangkutan sesuai dengan minat dan bakatnya. Dengan
demikian, portofolio siswa akan berbeda antara satu dengan yang lain,
tergantung dari keaktifan siswa dalam mengembangkan bakat dan minatnya serta
keaktifannya dalam belajar. Dari portofolio ini diperoleh informasi tentang
bakat dan minat, kelebihan dan kekurangan dari setiap siswa yang sangat
membantu pendidik dalam melakukan pembinaan kemampuan individu.
Catatan pendidik, siswa, dan orang tua dapat langsung dituliskan pada
dokumen yang ada, atau ditulis secara terpisah pada kertas kecil yang
ditempelkan atau disatukan pada dokumen. Contoh
catatan pendidik, siswa dan orang tua pada hasil menggambar yang dimasukkan
sebagai dokumen portofolio adalah sebagai berikut.
Catatan/Tanggapan
|
||
Pendidik
|
Siswa
|
Orang Tua/Wali
Murid
|
Bentuk artistik bagus, teknik
pewarnaan perlu ditingkatkan.
|
Waktunya kurang!
|
Perlu banyak berlatih.
|
b.
Penggunaan Portofolio
Perlu ditegaskan bahwa portofolio
bukan menggantikan sistem penilaian yang ada. Portofolio yang berisi dokumen-dokumen selama siswa belajar dalam kurun
waktu tertentu, dipilih kembali untuk dilampirkan dan dilaporkan kepada orang
tua bersama rapor.
Pada akhir suatu periode, misalnya semester, portofolio dianalisis dan
hasil analisis berupa catatan komentar guru tentang informasi proses dan hasil
belajar siswa selama periode tersebut.
g. Daftar Cocok
Daftar cocok
mempunyai pengertian tersendiri. Daftar cocok bukanlah angket. Daftar cocok
mempunyai bentuk yang lebih sederhana karena dengan daftar cocok peneliti
bermaksud meringkas penyajian pertanyaan Bertanys mempermudah responden
dalam memberikan respondennya. Daftar cocok memuat beberapa pertanyaan yang
bentuk dan jawabannya seragam. Agar responden tidak diharapkan pada beberapa
pertanyaan mengenai berbagai hal tetapi dalam bentuk membaca, maka disusunlah
daftar cocok tersebut sebagai pengganti.[5]
Contoh:
Berikan tanda silang tepat pada
kolom yang menunjukkan kebiasaan Anda melakukan pekerjaan rumah dibawah ini :
No.
|
Jenis
kegiatan di rumah
|
Dikerjakan
oleh Anda
|
Dikerjakan
bersama
|
Dikerjakan
pembantu
|
1.
|
Menyiapkan makan pagi
|
|||
2.
|
Membersihkan rumah
|
|||
3.
|
Mencuci pakaian sendiri
|
|||
4.
|
Mencuci sprei, korden, dan
seterusnya.
|
|||
5.
|
Mencuci alat-alat makan ...dan
seterusnya
|
Dari contoh di atas dapat diketahui bahwa variasi jawaban yang harus
diberikan oleh responden hanya empat macam yakni:. "Dikerjakan
oleh Anda", “Dikerjakan bersama", dan "Dikerjakan
pembantu". Dengan daftar cocok ini barang kali peneliti hendak mengungkap
seberapa besar tanggung jawab responden terhadap pekerjaan di dalam rumah
tangga. Jika pertanyaan dan alternatif jawaban tersebut disajikan dalam bentuk
angket, alternatif jawaban hanya tiga macam itu akan disebutkan secara
berulang-ulang dengan bentuk dan isi yang sama.
Daripada memakan tempat padahal responden sudah tahu (dan hafal!)
apa yang harus dipilih maka altematif tersebut disingkat dalam bentuk
kolom-kolom yang apabila sudah diisi oleh responden terlihat adanya daftar
tanda centang yang disebut daftar cocok. Istilah "daftar cocok" juga
dapat datang dari apa yang diharapkan dari responden, yakni memberi tanda cocok
atau tanda centang pada daftar pernyataan yang disediakan.
h.
Jurnal
Jurnal
adalah rekaman tertulis tentang apa yang dibuat siswa terhadap apa yang
dipelajari oleh siswa (Muslimin Ibrahim, 2005: 26). Jurnal biasanya ditulis
oleh siswa untuk mencatat setiap kemajuan belajarnya. Jurnal dapat digunakan
untuk meringkas aspek-aspek yang berhubungan dengan kata-kata kunci seperti
kesulitan yang dialami oleh siswa, atau kesuksesan dalam memecahkan suatu
masalah, catatan-catatan lain dan komentar yang dibuat oleh siswa.[6]
Jurnal
bukanlan ringkasan materi pembelajaran, tetapi lebih fokus pada refleksi siswa
terhadap apa yang telah dipelajari oleh siswa. Jurnal dapat digunakan untuk
menulis pertanyaan, kesuksesan, pemikiran, maupun perasaan siswa terhadap
materi yang telah dipelajari. Dengan menggunakan jurnal, guru dapat memperoleh
informasi sejauhmana siswa mampu memahami materi pelajaran.
Penulisan
jurnal bertujuan untuk mengkomunikasikan pengalaman belajar, materi yang telah
dipahami, materi yang belum dipahami dengan menyebutkan alasaannya, dan usaha
atau cara untuk mengatasi masalah yang dihadapi. Selain itu, jurnal juga
bertujuan untuk pengembangan keterampilan dan pembiasaan mengekspresikan hasil
refleksi siswa terhadap pembelajaran.
i.
Penilaaian Diri (Self Assessment)
Penilaian diri adalah suatu teknik penilaian di mana peserta didik diminta
untuk menilai dirinya sendiri berkaitan dengan status, proses dan tingkat
pencapaian kompetensi yang dipelajarinya.[7]
Teknik penilaian diri dapat digunakan untuk mengukur kompetensi kognitif,
afektif dan psikomotor. Penilaian konpetensi kognitif di kelas, misalnya:
peserta didik diminta untuk menilai penguasaan pengetahuan dan keterampilan
berpikirnya sebagai hasil belajar dari suatu mata pelajaran tertentu. Penilaian
dirinya didasarkan atas kriteria atau acuan yang telah disiapkan. Penilaian
kompetensi afektif, misalnya, peserta didik dapat diminta untuk membuat tulisan
yang memuat curahan perasaannya terhadap suatu objek tertentu. Selanjutnya,
peserta didik diminta untuk melakukan penilaian berdasarkan kriteria atau acuan
yang telah disiapkan. Berkaitan dengan penilaian kompetensi psikomotorik,
peserta didik dapat diminta untuk menilai kecakapan atau keterampilan yang
telah dikuasainya berdasarkan kriteria atau acuan yang telah disiapkan.
Penggunaan teknik ini dapat memberi dampak positif terhadap perkembangan
kepribadian seseorang. Keuntungan penggunaan penilaian diri di kelas antara
lain:
1) Dapat menumbuhkan rasa percaya diri peserta didik, karena mereka diberi
kepercayaan untuk menilai dirinya sendiri;
2) Peserta didik menyadari kekuatan dan kelemahan dirinya, karena ketika
mereka melakukan penilaian, harus melakukan introspeksi terhadap kekuatan dan
kelemahan yang dimilikinya;
3) Dapat mendorong, membiasakan, dan melatih peserta didik untuk berbuat
jujur, karena mereka dituntut untuk jujur dan objektif dalam melakukan
penilaian.
Penilaian diri
dilakukan berdasarkan kriteria yang jelas dan objektif. Oleh karena itu,
penilaian diri oleh peserta didik di kelas perlu dilakukan melalui
langkah-langkah sebagai berikut.
1) Menentukan kompetensi atau aspek kemampuan yang akan dinilai.
2) Menentukan kriteria penilaian yang akan digunakan.
3) Merumuskan format penilaian, dapat berupa pedoman penskoran, daftar tanda
cek, atau skala penilaian.
4) Meminta peserta didik untuk melakukan penilaian diri.
5) Pendidik mengkaji sampel hasil penilaian secara acak, untuk mendorong
peserta didik supaya senantiasa melakukan penilaian diri secara cermat dan
objektif.
6) Menyampaikan umpan balik kepada peserta didik berdasarkan hasil kajian
terhadap sampel hasil penilaian yang diambil secara acak.
Contoh Penilaian Diri .
Mate Pelajaran : Pendidikan Kewarganegaraan
Kelas /
Semester
: II / 2
Standar Kompetensi : 4. Menampilkan nilai-nilai Pancasila.
Kompetensi Dasar : 4.1 Mengenal nilai kejujuran, kedisiplinan, senang bekerja dalam
kehidupan sehari-hari.
Aspek : Penerapan .
j.
Self
assessment dan peer
assessment
Self assessment dan peer assessment merupakan cara
penilaian hasil belajar yang berpusat pada pelajar. Metode penilaian ini
dapat diterapkan untuk menilai kemampuan kognitif maupun kemampuan non
kognitif pelajar apabila dilihat dari kemampuan yang ingin diuji
dan dapat sebagai alat penilaian formatif dan sumatif apabila dilihat dari
tujuan penilaian.[8]
Self assessment menurut
Boud (1991) adalah keterlibatan pelajar dalam mengidentifikasi kriteria atau
standar untuk diterapkan dalam belajar dan membuat keputusan mengenai
pencapaian kriteria dan standar tesebut. Dengan kata lain Self assessment adalah
sebuah proses dimana pelajar memiliki tanggung jawab untuk menilai hasil
belajarnya sendiri. Sedangkan peer
assessment adalah sebuah proses di mana seorang pelajar menilai
hasil belajar teman atau pelajar lainnya yang berada se-level. Maksud dari se-level adalah
jika dua orang atau lebih berada dalam level kelas yang sama atau subjek
pelajaran yang sama. Self
dan peer assessment dapat
digunakan untuk menilai kemampuan klinik yang meliputi dimensi kognitif (clinical management) dan dimensi humanistic ( psychological).
Self assessment dapat
digunakan untuk membantu pelajar dalam mengembangkan kemampuan menilai dan
mengkritisi proses dan hasil belajarnya (penilaian formatif), membantu pelajar
menentukan kriteria untuk menilai hasil belajarnya, dan sebagai syarat yang
diperlukan dalam sebuah proses pembelajaran untuk memutuskan kelulusan (sumatif
assessment). Peer assessment dapat digunakan untuk
membantu pelajar dalam mengembangkan kemampuan bekerjasama, mengkritisi proses
dan hasil belajar orang lain (penilaian formatif), menerima feedback atau kritik dari orang
lain, memberikan pengertian yang mendalam kepada para siswa tentang kriteria
yang digunakan untuk menilai proses dan hasil belajar dan untuk penilaian
sumatif. Brown,
Rust and Gibbs (1994), Zariski
(1996), Race (1998) menjelaskan keuntungan dari self dan peer
assessment yaitu, mendorong pelajar untuk memiliki rasa
tanggung jawab terhadap proses belajarnya sehingga pelajar dapat mandiri,
melatih evaluation skill
yang berguna untuk life long
learning dan mendorong deep
learning.
Penerapan self assesment & peer assesment sebagai penilaian formatif. Bhola (1990)
mendefinisikan penilaian formatif adalah sebuah metode untuk menilai sebuah
program yang masih berjalan dan fokus kepada proses. Penggunaan peer assessment untuk formatif
bertujuan untuk memberikan feedback
yang berasal dari peer.
Banyak bukti penelitian menunjukkan bahwa peer assessment mendukung pelajar untuk memberikan feedback kepada pelajar lain dan
juga belajar menerima feedback
dari pelajar lain.
A.
Tahapan Menjalankan
Ada empat langkah dalam perencanaan dan penerapan self dan peer assessment agar efektif yaitu
:
Penyampaian maksud dan tujuan peer assessment kepada semua
partisipan yang terlibat, baik mahasiswa yang akan dinilai maupun mahasiswa
yang menjadi penilai. Oleh karena bentuk penilaian ini masih baru, maka peer assessment ini diterapkan
secara bertahap, dengan menggunakan anonym, diterapkan pada low stake setting
seperti untuk penilaian formative dan buatlah sistem penilaian ini semudah dan
sesederhana mungkin. Hal yang sama juga dilakukan untuk self assessment.
Kriteria penilaian harus dikembangkan dan disampaikan kepada
partisipan. Kriteria ini meliputi berapa banyak partisipan yang terlibat,
karakteristik partisipan, komponen kompotensi apakah yang akan dinilai, kapan
penilaian akan dilaksanakan, dan juga metode pengambilan data (checklist, rating form, scoring key).
Penggunaan criterion standart
sangat sesuai sehingga kriteria standar penilaian jelas dan mudah dipahami.
Pelatihan perlu dilakukan untuk semua partisipan. Pelatihan yang intensif
perlu dilakukan untuk para mahasiswa yang pertama kali menghadapi sitem
penilaian ini dan apabila para mahasiswa telah melewati beberapa kali sistem
penilaian ini maka pelatihan tidak perlu intensif. Pelatihan ini mencakup
pelatihan mengenai penentuan kriteria penilaian (criterion reference test) dan pelatihan cara memberikan feedback yang efektif.
Hasil penilaian perlu dimonitor, apakah hasil penilaian dari self, peer dan instruktur sudah memiliki
kesamaan. Hal ini perlu untuk mengidentifikasi hal-hal yang dapat menyebabkan
perbedaan hasil penilaian oleh self,
peer dan instruktur sehingga
nantinya dapat diperbaiki atau dihindari. Metode diskusi dapat dilakukan untuk
mencari penyebab perbedaan hasil penilaian oleh self, peer dan instruktur.
Pelaksanaan Peer and Self
Assessment
Proses peer
assessment yaitu dimulai dengan mendiskusikan item dan
kriteria penilaian oleh dosen dan para mahasiswa. Kemudian masing-masing
mahasiswa menilai teman mereka yang telah ditunjuk dan juga memberikan feedback. Hasil penilaian ini
biasanya dicocokkan dengan hasil penilaian dosen. Apabila selisih nilai
penilaian peer kurang
dari 10 % maka penilaian ini dapat diterima. Sedangkan proses self assessment yaitu dimulai
dengan menetapkan item dan kriteria yang akan dinilai. Kemudian mahasiswa
menilai secara sendiri. Kemudian dosen memberikan feedback terhadap penilaian mahasiswa tersebut. Penerapan self assesment & peer assesment sebagai
penilaian formatif Bhola (1990) mendefinisikan penilaian formatif adalah
sebuah metode untuk menilai sebuah program yang masih berjalan dan fokus kepada
proses. Penggunaan peer assessment
untuk formatif bertujuan untuk memberikan feedback yang berasal dari peer.
[1]
Sudijono, Anas. 1996. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
[2]
http://evaluasipendidikan.blogspot.com/2008/03/teknis-nontes-adalah-suatu-alat.html
[3] http://pengawassekolahjombang.blogspot.com/2013/03/teknik-penilaian-non-tes_9317.html
[4] http://bukunnq.wordpress.com/inventori/
[5] http://chemed-unpatti.info/index.php/ebook/78-berita/103-metode-dan-instrumen
[6] http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2222620-pengertian-jurnal-dalam-pendidikan/
[7] http://makalahguru.blogspot.com/2013/03/penilaian-diri-self-assessment.html
[8] http://ciekatie.blogspot.com/2012/03/peer-and-self-assessment.html
terimakasih
BalasHapusTerimakasih artikel sangat bermanfaat
BalasHapusMakasih ini sangat bermanfaat, terutama bagi sekolah yang mau akreditasi. Kebetulan sekolah saya mau akreditasi. Ijin copy
BalasHapus