Interaksionisme Simbolik

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Sebuah interaksi sosial yang sering dijumpai dalam masyarakat dapat dilihat dengan menggunakan dua sudut pandang, yaitu fungsionalis dan simbolik. Interaksionisme simbolik sendiri merupakan studi tentang proses orang- orang menafsir dan memaknai obyek- obyek, kejadian, serta situasi yang membentuk kehidupan sosial mereka (Karp dan Yoels dalam Amin Nurdin, 2006: 54).
Paradigma humanistik merupakan sudut pandang utama dalam interaksionisme simbolik. Maksudnya ialah cara pandang interaksionisme simbolik akan melihat sebuah fenomena sosial dari sisi individu memaknai fenomena sosial tersebut. Hal ini dilakukan sebab tindakan humanis manusia merupakan bagian mikro dari interaksi sosial yang tidak boleh diabaikan.
Adalah  perspektif psikologi sosial yang menjadi dasar bagi interaksionisme simbolik ini. George Herbert Mead adalah pencetus pertamanya, lalu mulai dikembangkan oleh muridnya sendiri, Herbert Blumer. Perspektif ini memusatkan perhatian pada hubungan- hubungan antar- pribadi.
Karya- karya Erving Goffman (1922- 1982) merupakan kelanjutan dari pemikiran Herbert Mead yang memfokuskan pandangannya tentang The Self. Misalnya, The Presentation of Self in Everyday Life (1955) merupakan pandangan Goffman yang menjelaskan mengenai proses dan makna dari interaksi. Dengan mengambil konsep mengenai kesadaran diri Mead, Goffman kembali memunculkan teori peran sebagai teori dasar Dramaturgi. Goffman mengandaikan kehidupan individu bak sebuah panggung sandiwara, yang lengkap dengan setting panggung dan akting yang harus dilakukan oleh individu sebagai aktor kehidupan.
B.     Rumusan Masalah
1.      Apakah hakikat dari Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi?
2.      Bagaimana implementasi Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari?
C.    Tujuan Penulisan
1.      Agar Mahasiswa dapat mengetahui pengertian dan hakikat dari Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi
2.      Agar Mahasiswa dapat menerapkan pembelajaran Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi dalam kehidupan sehari-hari
3.      Agar Mahasiswa dapat menganalisis kejadian sehari-hari dalam konteks Interaksionisme Simbolik dan Dramaturgi
















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Interaksionisme Simbolik
Interaksionisme simbolik sejatinya terdiri atas dua penggal kata, yaitu interaksi dan simbolik.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, interaksi didefinisikan sebagai hal, saling melakukan aksi, berhubungan, mempengaruhi, antarhubungan[1].  Sedangkan definisi dari simbol adalah sebagai lambang, menjadi lambang, mengenai lambang (2001: 1066).
Francis Abraham dalam Modern Sociological Theory (1982) menyatakan bahwa interaksionisme simbolik pada hakikatnya merupakan sebuah perspektif yang bersifat sosial- psikologis, yang terutama relevan untuk penyelidikan sosiologis.
Esensi dari interaksi simbolik itu sendiri merupakan suatu aktivitas komunikasi yang menjadi ciri khas manusia dengan simbol yang memiliki makna tertentu. (Mulyana, 2003: 59) [2].
Secara sederhana, interaksionisme simbolik dapat dimaknai sebagai suatu hubungan timbal balik antarpersonal dengan menggunakan simbol- simbol tertentu yang sudah dimafhumi artinya.

B.     Latar Belakang Interaksionisme Simbolik

Beberapa tokoh seperti George Simmel, William James, Cooley, dan John Dewey telah menyajikan serangkaian konsep yang bertalian dengan interaksionisme simbolik. Namun, mereka tidak berhasil membuat suatu sintesa atau sistematisasi mengenai perspektif tersebut.
3
 
Sejarah sistematisasi teori interaksionisme simbolik tak dapat dilepaskan dari pemikiran George Herbert Mead (1863- 1931). Semasa hidupnya, Mead memainkan peranan penting dalam membangun perspektif dari Mazhab Chicago, sebuah mazhab yang memfokuskan dalam memahami suatu interaksi perilaku sosial.
Mead tertarik pada interaksi, dimana isyarat non- verbal dan makna dari suatu pesan verbal akan mempengaruhi pikiran orang yang sedang berinteraksi. Dalam terminologi yang dipikirkan Mead, setiap isyarat non- verbal (seperti body language, gerak fisik, pakaian, status, dsb.) dan pesan verbal memiliki makna yang disepakati secara bersama- sama oleh semua pihak yang terlibat interaksi.
Mead tertarik mengkaji interaksi sosial, dimana individu- individu berpotensi mengeluarkan simbol. Perilaku seseorang dipengaruho oleh simbol yang diberikan oleh orang lain. Melalui pemberian isyarat berupa simbol maka kita dapat mengutarakan perasaan,pikiran, maksud, dan sebaliknya dengan cara membaca simbol yang ditampilkan oleh orang lain.
Generasi setelah Mead merupakan awal perkembangan interaksi simbolik, yang mana ketika itu dasar pemikiran Mead terpecah menjadi dua mazhab yang berbeda dalam hal metodologi.  Kedua mazhab itu ialah Mazhab Chicago(1969) yang dipelopori oleh Herbert Blumer dan Mazhab Iowa yang dipelopori oleh Manfred Kuhn bersama dengan Kimball Young.

C.    Konstruksi Teori Interaksionisme Simbolik
Layaknya sebuah bangunan yang terdiri atas sejumlah komponen, interaksionisme simbolik pun memiliki tiga elemen.
1)             Sifat- sifat
Teori interaksionisme simbolik dikonstruksikan atas sejumlah ide- ide  dasar yang mengacu kepada beberapa masalah kelompok manusia. Berikut uraiannya secara singkat.
a.       Sifat masyarakat
Secara mendasar, masyarakat atau kelompok manusia berada dalam tindakan dan harus dilihat dari segi tindakan pula. Prinsip utama dari interaksi simbolik adalah apapun yang berorientasi secara empiris masyarakat, dan darimana pun sumbernya, haruslah mengingat kenyataan bahwa masyarakat merupakan sekumpulan manusia yang tengah bersama- sama dalam sebuah aksi sosial.
b.      sifat interaksi sosial
Masyarakat merupakan bentukan dari interasksi antar individu. Teori interaksionisme ini melihat pentingnya interaksi sosial sebagai sebuah sarana ataupun sebagai sebuah musabbab ekspresi atau tingkah laku manusia.
c.       ciri- ciri obyek
Posisi teori interaksionisme simbolik adalah bahwa dunia-  dunia yang ada untuk manusia dan kelompok mereka merupakan kumpulan dari obyek sebagai hasil dari interaksi simbolis. Obyek adalah sesuatu hal[3] (yang dapat diindikasikan atau ditunjukkan). Obyek yang sama mempunyai arti yang berbeda untuk tiap individu. Dari proses indikasi timbal balik, obyek- obyek umum bermunculan. Obyek- obyek umum inilah yang akan dipandang secara universal. Blumer menyebutkan bahwa sesuatu obyek memiliki tiga macam bentuk yaitu benda fisik (things), benda sosial (social things), dan ide (abstract things).
d.      manusia sebagai makhluk bertindak
Teori interaksionisme simbolis memandang manusia sebagai makhluk sosial dalam pengertian yang mendalam. Maksudnya ialah manusia merupakan makhluk yang ikut serta dalam interaksi sosial dengan dirinya sendiri dengan membuat sejumlah indikasi sendiri, serta memberikan respon pada indikasi. Manusia bukanlah makhluk yang sekedar berinteraksi lalu merespon, tetapi juga makhluk yang melakukan serangkaian aksi yang didasarkan pada perhitungan yang matang.
e.       sifat aksi manusia
Manusia individual adalah manusia yang mengartikan dirinya dalam dunia ini agar bertindak. Tindakan atau aksi bagi manusia terdiri atas penghitungan berbagai hal yang ia perhatikan dan kenampakan sejumlah tindakan berdasarkan pada bagaimana ia menginterpretasikannya. Dalam berbagai hal tersebut, seseorang harus masuk ke dalam proses pengenalan dari pelakunya agar mengerti tindakan atau aksinya. Pandangan ini juga berlaku untuk aksi kolektif dimana sejumlah individu ikut diperhitungkan.
f.       pertalian aksi
Aksi bersama dari situasi baru muncul dalam sebuah masyarakat yang bermasalah. Proses sosial dalam kehidupan kelompok lah yang menciptakan dan menegakkan kehidupan kelompok. Aksi bersama mengacu kepada aksi- aksi yang merubah sangat banyak kehidupan kelompok manusia, dan tidak hanya menyajikan pertalian horizontal tetapi juga tali vertikal dengan aksi sebelumnya.

g.      Orientasi Metodologis
                                    Menurut Blumer teori interaksionisme simbolik telah diamati dengan menggunakan dua  pendekatan utama yaitu eksplorasi dan inspeksi [4].
          Berangkat dari kedua pemikiran diatas, muncul beberapa implikasi metodologis para ahli interaksi simbolik terhadap kehidupan kelompok dan aksi sosial yang dapat kita amati pada empat hal, yaitu individu, kolektivitas manusia, tindakan- tindakan sosial, serta tindakan yang memiliki pertalian kompleks.

h.              Prinsip Metodologis
Interaksionisme simbolik meliputi serangkaian prinsip metodologis yang memiliki perbedaan khas antara aliran Chicago dan aliran Iowa. Blumer berargumen bahwa metodologi yang khas untuk meneliti perilaku manusia merupakan metode yang biasa digeneralisasi. Sebaliknya, Manford Kuhn menekankan kesatuan metode ilmiah, semua medan ilmiah, termasuk sosiologi harus bertujuan pada generalisasi dan kesatuan hukum. Mereka tak bisa sepakat mengenai bagaimana suatu hal harus diteliti. Blumer cenderung menggunakan interspeksi simpatik yang bertujuan untuk dapat masuk ke dalam dunia cakrawala pelaku dan memandangnya sebagaimana sudut pandang si pelaku. Para sosiolog, menurutnya, harus menggunakan intuisinya untuk bisa mengambil sudut pandang para pelaku yang sedang mereka teliti, bahkan bila diperlukan, juga menggunakan kategori yang sesuai dengan apa yang ada di benak pelaku.
Sedangkan Kuhn lebih tertarik dengan fenomena empiris yang sama, namun dia mendorong para sosiolog untuk mengabaikan teknik- teknik tak ilmiah. Dan menggantinya dengan indikator- indokator yang tampak, seperti tingkah laku, untuk mengetahui apa yang sedang berlangsung dalam benak pelaku.



D.    Interaksionisme Simbolik George Herbert Mead
George Herbert Mead menghabiskan sebagian besar waktunya dengan mengajar di Universitas Chicago. Bukunya yang berjudul “Mind, Self, and Society” merupakan kumpulan bahan kuliah yang ia berikan di Universitas Chicago. Dalam buku tersebut, Mead mendiskusikan tentang mind, self, dan society.

1)      Mind (akal budi)
Bagi Mead,akal budi bukanlah sebuah benda, akan tetapi merupakan suatu proses sosial. Secara kualitas, akal budi manusia jauh berbeda dengan binatang. Seumpama kita temui dua ekor kucing yang terlibat perkelahian. Dalam perkelahian tersebut, sebenarnya, kucing tersebut hanya melakukan tukar menukar isyarat tanpa bermaksud memberikan pesan. Tidak dapat ditemui adanya keterlibatan kegiatan mental di dalamnya. Kucing pertama tak pernah berfikir bahwa ketika kucing kedua mengeramkan giginya, itu merupakan sebuah pesan kemarahan yang tengah disampaikan oleh kucing kedua. Manusia pun juga melakukan aksi dan reaksi yang serupa. Bedanya dalam kegiatan aksi dan reaksi yang dilakukan oleh manusia terdapat suatu proses yang melibatkan pikiran atau mental.
Kemampuan untuk menciptakan dan menggunakan bahasa merupakan hal pembeda antara manusia dengan binatang. Bahasa memberikan kita kemampuan untuk menanggapi, bukan hanya simbol- simbol yang berbentuk gerak- gerik tubuh, melainkan juga simbol dalam bentuk kata- kata.
Untuk melanggengkan suatu kehidupan sosial, maka para pelaku sosial harus menghayati simbol- simbol dengan arti yang sama. Simbol yang seragam menjadi pendukung utama dalam proses berpikir, beraksi dan berinteraksi dalam kehidupan masyarakat.
Perbuatan bisa memiliki arti jika kita menggunakan akal budi untuk menempatkan diri kita dalam posisi orang lain, sehingga kita bisa menafsirkan arti dari suatu pikiran dengan tepat. Disinilah letak penting dari suatu arti bagi Mead (Bernard Raho, 2007: 101)

2)       Self  (diri)
Bagi Mead, kemampuan untuk memberi jawaban kepada diri sendiri sebagaiman ia memberi jawaban terhadap orang lain, merupakan kondisi penting dalam rangka perkembangan akal budi itu sendiri.
Self, sebagaimana juga mind, bukanlah suatu obyek melainkan suatu proses sadar yang memiliki beberapa kemampuan. Self mengalami perkembangan melalui proses sosialisasi. Dalam proses sosialsisasi ini terdapat tiga tahap.
a.              Tahap bermain
Ketika berada pada tahap ini, seorang anak bermain dengan peran- peran dari orang- orang yang dianggap penting olehnya. Meski sekedar permainan, tahap ini menjadi penting bagi perkembangan anak karena melalui permainan ini anak akan belajar untuk bertingkah laku sesuai dengan harapan orang lain dalam status tertentu.
b.              Tahap pertandingan
Pada tahap ini, seorang anak terlibat dalam suatu tingkat organisasi yang lebih tinggi. Para peserta dalam suatu pertandingan mampu menjalankan peran orang- orang yang berbeda secara serentak dan mengorganisirnya dalam satu keutuhan. Dalam tahap ini, anak dituntut untuk memperhitungkan peranan- peranan lain dalam kelompok ketika bertingkah laku.
c.              Tahap generalized other
Dalam tahap ini, seorang anak akan mengarahkan tingkah lakunya berdasaran pada standar- standar umum atau harapan atau norma masyarakat. Dalam tahap terakhir ini, anak akan mendasarkan tindakannya berdasarkan norma- norma yang bersifat universal.
Dalam hubungannya dengan Self  ini, Charles Horton Cooley mengembangkan satu konsep baru yang ia sebut dengan looking- glass self. Dengan looking- glass self ini, Cooley bermaksud mengatakan bahwa manusia memiliki kemampuan untuk melihat dirinya sebagaimana ia melihat obyek yang berada di luar dirinya. Hal ini berarti bahwa pertama, kita bisa membayangkan bagaimana kita tampil di hadapan orang lain; kedua, kita dapat membayangkan bagaimana penilaian orang lain terhadap penampilan kita; ketiga, kita dapat mengembangkan perasaan- perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita terhadap perasaan oran lain. (Bernard Raho, 2007: 105)
3) Society (masyarakat)
Konsep Mead tentang masyarakt tidak terlalu cemerlang. Ketika Mead berbicara tentang masyarakat dalam skala makro sebagaiman yang dipikirkan oleh Durkheim atau Marx, maka yang terlintas dalam benak Mead ialah bahwa masyarakat tak lebih daripada semacam organisasi sosial dimana akalbudi dan diri dapat tumbuh disitu. Mead menganggap masyarakat sebagai pola- pola tertentu dari interaksi. Sedangkan mengenai institusi sosial, ia beranggapan bahwa institusi sosial tidak lebih dari seperangkat respon atas kebutuhan masyarakat yang biasa.

3)      Mazhab Chicago
George Herbert Mead pada umumnya dipandang sebagai pemula utama dari pergerakan, dan pekerjaan nya [yang] pasti membentuk inti dari Aliran Chicago.
Herbert Blumer, Mead merupakan pemikir terkemuka, menemukan istilah interaksionlisme simbolik, suatu ungkapan Mead sendiri tidak pernah menggunakan. Blumer mengacu pada label ini sebagai “ suatu sedikit banyaknya pembentukan kata baru liar yang di dalam suatu jalan tanpa persiapan. Ketiga konsep utama di dalam Teori Mead, menangkap di dalam jabatan pekerjaan terbaik yang dikenalnya, adalah masyarakat, diri, dan pikiran. Kategori ini adalah aspek yang berbeda menyangkut proses umum yang sama, sosial anda bertindak. Tindakan sosial adalah suatu sumbu konsep payung yang mana hampir semua psikologis lain dan proses sosial jatuh. Tindakan adalah suatu unit yang lengkap melakukan itu tidak bisa dianalisa ke dalam spesifik sub bagian. Suatu tindakan andangkin sederhana dan singkat, seperti ikatan suatu sepatu, atau andangkin saja merindukan dan mempersulit, seperti pemenuhan suatu rencana hidup. Tindakan berhubungan dengan satu sama lain dan dibangun ujung sepanjang umur hidup. Tindakan andalai dengan suatu dorongan hati; mereka melibatkan tugas dan persepsi maksud, latihan mental, dengan alternatif berat, dan penyempurnaan.
Dalam format paling dasarnya, suatu tindakan sosial melibatkan tiga satuan hubungan bagian: suatu awal mengisyaratkan dari seseorang, suatu tanggapan untuk isyarat itu oleh yang lain dan suatu hasil. Hasil menjadi maksud komunikator untuk tindakan. Maksud berada di dalam hubungan yang triadic dari semuanya.
Hubungan umur dapat meresap, memperluas dan menghubungkan sampai jaringan diperumit. Para aktor jauh diperhubungkan akhirnya di dalam jalan berbeda, tetapi kontroversi ke pemikiran populer, “ suatu jaringan atau suatu institusi tidak berfungsi secara otomatis oleh karena beberapa kebutuhan sistem atau dinamika bagian dalam: berfungsi sebab orang-orang pada poin-poin berbeda lakukan sesuatu yang, dan apa yang mereka lakukan adalah suatu hasil bagaimana mereka menggambarkan situasi di mana mereka disebut ke atas tindakan." Dengan ini gagasan untuk sosial bertindak dalam pikiran, kemudian, mari kita lihat lebih lekat di segi yang pertama dari analisa masyarakat Meadian.
Pertimbangkan sistem hukum di Amerika Serikat sebagai suatu contoh. Hukum tak lain hanya interaksi antar hakim, dewan juri, pengacara, para saksi, juru tulis, wartawan, dan orang yang lain menggunakan bahasa untuk saling berhubungan dengan satu dengan yang lain. Hukum tidak punya maksud terlepas dari penafsiran dari tindakan dilibatkan itu semua di dalamnya. kaleng Yang sama dikatakan untuk aliran / mahzab, gereja, pemerintah, industri, dan masyarakat lain.
Diri mempunyai dua segi, masing-masing melayani suatu fungsi penting. Menjadi bagian dari yang menuruti kata hati, tak tersusun, tidak diarahkan, tak dapat diramalkan anda.
Bagi Blumer, obyek terdiri dari tiga fisik yaitu tipe(barang), sosial ( orang-orang), dan abstrak ( gagasan). Orang-Orang menggambarkan obyek yang dengan cara yang berbeda, tergantung pada bagaimana mereka biarkan ke arah obyek itu. Suatu polisi boleh berarti satu hal kepada penduduk dari suatu bagian tertua suatu kota tempat tinggal minoritas dan kepada hal lain. habitat suatu wilayah hunian indah; interaksi yang berbeda di antara penduduk dua masyarakat yang berbeda ini akan menentukan maksud yang berbeda pula.

E.     Aliran Iowa
Manford Kuhn dan para siswa nya, walaupun mereka memelihara dasar prinsip interaksionisme, tidak mengambil dua langkah-langkah baru sebelumnya melihat di teori yang konservatif. Yang pertama akan membuat konsep diri lebih nyata, yang kedua, buatan yang andangkin pertama, menjadi penggunaan dari riset kwantitatif. Di dalam yang area belakangan ini, aliran / mahzab Iowa dan Chicago memisahkan perusahaan. Blumer betul-betul mengkritik kecenderungan dalam ilmu perilaku manusia untuk menerapkan; Kuhn membangun suatu titik ke lakukan yang terbaru! Sebagai hasilnya pekerjaan Kuhn beralih lebih ke arah analisa mikroskopik dibanding mengerjakan pendekatan Chicago yang tradisional.
Seperti Mead dan Blumer, Kuhn mendiskusikan pentingnya obyek di dalam dunia aktor. Obyek dapat mengarah pada kenyataan orang: suatu hal, suatu peristiwa, atau suatu kondisi. Satu- satunya kebutuhan untuk sesuatu yang untuk menjadi suatu obyek adalah bahwa orang menyebut itu, menghadirkannya secara simbolik. Kenyataan untuk orang-orang menjadi keseluruhan dari obyek sosial mereka, yang mana selalu secara sosial digambarkan.
Suatu konsep detik bagi Kuhn menjadi rencana kegiatan, seseorang pola total teladan perilaku ke arah obyek ditentukan. Sikap, atau statemen lisan yang menandai adanya nilai-nilai ke arah tindakan yang mana akan menjadi diarahkan, dan memandu rencana itu. Sebab sikap adalah statemen lisan, mereka juga dapat mengamati dan mengukur. Apabila seseorang akan ke perguruan tinggi melibatkan suatu rencana kegiatan, yang benar-benar rencana besar, memandu dengan satu set sikap tentang apa yang anda ingin lepas dari perguruan tinggi. anda andangkin dipandu, untuk sebagai contoh, dengan sikap positif ke arah uang, dan sukes pribadi.
Sepertiga konsep bagi Kuhn menjadi wawancara lainnya, seseorang yang telah secara khusus berpengaruh di dalam hidup satu orang. Istilah ini penting khususnya yang bersinonim lainnya, seperti digunakan oleh Mead. Individu ini memiliki empat kualitas. Pertama, mereka adalah orang-orang untuk siapa individu secara emosional dan secara psikologis dilakukan. Ke dua, mereka adalah menyediakan orang dengan kosa kata umum, pusat konsep, dan kategori. Ketiga, mereka menyediakan individu dengan pembedaan dasar antara orang lain dan diri pribadi, mencakup yang merasa peranperbedaan. Keempat, orang lain melakukan komunikasi wawancara yang secara terus menerus menopang self-concept individu itu. wawancara Orang lain andangkin adalah di dalam saat ini atau masa lampau; mereka andangkin menyajikan atau absen. gagasan Yang penting di belakang konsep adalah bahwa individu ingin bertemu dunia melalui interaksi dengan orang yang lain tertentu yang sudah menyentuh hidup seseorang di dalam jalan penting.
Akhirnya, kita datang ke konsep Kuhn yang paling utama tentang diri. Metoda Kuhns meliputi teori di sekitar diri, dan itu ada di area Ini yang Kuhn paling secara dramatis meluas ke interaksionisme simbolik. Self-Conception, rencana kegiatan individu ke arah diri, terdiri dari identitas seseorang, kebencian dan minat, tujuan, ideologi, dan evaluasi diri. Seperti (itu) self-conceptions adalah sikap penjangkaran, karena mereka bertindak sebagai kerangka acuan seseorang yang paling umum untuk menghakimi obyek lain. Semua rencana kegiatan yang berikut bersumber terutama semata dari self-concept itu. Kuhn mengenalkan suatu teknik mengenal sebagai Twenty Statement Self-Attitudes ( TST) untuk mengukur berbagai aspek menyangkut diri.

F.     Prinsip- Prinsip Dasar Interaksionisme Simbolik
Pendukung teori interaksionisme simbolik seperti Blummer dan Mead telah berusaha mencari dan merumuskan prinsip- prinsip dasar dari teori ini. Beberapa prinsip tersebut yaitu:
1)             Kemampuan untuk berpikir
Asumsi penting bahwa manusia memiliki kemampuan untuk berpikir membedakan interaksionisme simbolik dari akarnya, behaviorisme. Behaviorisme mempelajari tingkah laku manusia secara obyektif dari luar. Sedangkan interaksionisme simbolik mempelajari tindakan sosial dengan menggunakan teknik introspeksi untuk dapat mengetahui sesuatu yang melatarbelakangi tindakan sosial dari sudut pandang sang aktor[5]. Asumsi ini juga memberikan dasar yang kuat bagi orientasi teoritis kepada interaksionisme simbolik.
Para pendukung teori ini berpendapat bahwa individu- individu di dalam masyarakat tidak dipandang sebagai makhluk yang dimotivasi oleh faktor- faktor yang bersifat external yang berada di luar kontrol mereka. Sebaliknya, mereka melihat manusia sebagai makhluk yang reflektif dan oleh sebab itu maka manusia sanggup bertingkah laku secara reflektif pula.
Kemampuan untuk berpikir itu berada di dalam akal budi, yang oleh pendukung interaksionisme simbolik dibedakan dari otak. Manusia wajib memiliki otak agar dapat mengembangkan akal budinya, namun otak tidak serta merta dapat menciptakan akal budi.

2)             Berpikir dan berinteraksi
Orang hanya memiliki kemampuan untuk berpikir yang bersifat umum. Kemampuan ini harus dibentuk dalam proses interaksi sosial. Pandangan ini menghantarkan interaksionisme simbolik untuk memperhatikan satu bentuk khusus dari interaksi sosial, yakni sosialisasi. Kemampuan manusia untuk berpikir sudah dibentuk ketika sosialisasi pada masa anak- anak dan berkembang selama sosialisasi ketika manusia menjadi dewasa. Pandangan interaksionisme simbolik tentang proses sosialisasi sedikit berbeda dari pandangan teori- teori lainnya. Bagi teori lainnya, sosialisasi dilihat sebagai proses dimana individu mempelajari hal- hal yang ada di dalam masyarakat supaya mereka bisa bertahan hidup di dalam masyarakat. Tetapi bagi interaksionisme simbolik, sosialisasi adalah proses yang bersifat dinamis. Di dalam proses itu, manusia tak hanya menerima informasi melainkan ia menginterpretasi dan menyesuaikan informasi itu sesuai dengn kebutuhannya.
Tentu saja interaksionisme simbolik tidak hanya tertarik pada sosialisasi saja melainkan interaksi pada umumnya. Interaksi adalah suatu proses dimana kemampuan untuk berpikir dikembangkan diungkapkan. Segala macam interaksi menyaring kemampuan kita untuk berpikir. Lebih dari itu, berpikir mempengaruhi seseorang dalam bertingkah laku. Dalam kebanyakan tinkah laku, seorang aktor harus memperhitungkan orang lain dan memutuskan bagaimana harus bertingkah laku supaya cocok dengan orang lain.
Pentingnya proses berpikir bagi interaksionisme simbolik nampak pada pandangan terhadap obyek. Blumer misalnya, membedakan obyek menjadi tiga macam seperti yang telah dibahas sebelmnya. Obyek- obyek tersebut tidak lebih dari benda yang berada di luar (outer) namun mereka memiliki arti penting ketika mereka didefinisikan oleh seorang aktor. Sebatang pohon mempunyai arti yang berbeda untuk seorang seniman, penyair, petani, tokoh agama, atau tukang kayu.
Individu- individu mempelajari arti dari obyek tersebut selama proses sosialisasi. Kebanyakan kita mempelajari arti yang serupa dari beberapa obyek, tetapi dalam hal tertentu kita bisa memberikan arti yang berbeda kepada obyek yang sama. Namun hal itu tidak berarti bahwa interaksionisme simbolik menyangkal atau tidak mengakui esensi dari obyek tersebut. Selembar kertas tetap menjadi selembar kertas dalam artian biasa. Yang membedakan arti dari selembar kertas tersebut adalah cara pandang yang berlainan dari orang yang memandangnya.

3)             pembelajaran makna simbol- simbol
Pendukung teori ini mengikuti Mead dalam menekankan arti pentingnya interaksi sosial. Menurut mereka, arti tidak berasal dari proses kegiatan mental, tetapi dari proses interaksi. Pendapat seperti ini berasal dari pragmatisme Mead yang memusatkan perhatiannya pada aksi dan interaksi manusia dan bukannya pada kegiatan mental yang terisolir. Karena itu salah satu isi pokok untuk mereka ialah bukan bagaimana orang secara psikologis menciptakan arti- arti melainkan bagaimanamereka mempelajari arti- arti yang terdapat dalam masyarakat.
Dalam interaksi sosial, orang- orang belajar simbol dan arti. Mereka harus berpikir terlebih dahulu sebelum memberikan simbol tertentu. Simbol adalah obyek sosial yang digunakan untuk mewakili apa saja yang disepakati untuk diwakilinya. Misalnya, bendera merah putih disepakati sebagai simbol bangsa Indonesia. Obyek- obyek yang merupakan simbol selalu memiliki arti yang berbeda dari apa yang tampak di dalam obyek itu sendiri.
Pendukung teori interaksionisme simbolik menganggap bahasa sebagai sistem simbol yang mahabesar. Kata- kata adalah simbol karena mereka menunjukkan kepada sesuatu yang lain. Kata- kata memungkinkan terciptanya simbol yang lain.
Simbol- simbol, pada umumnya, dan bahasa pada khususnya memiliki sejumlah fungsi antara lain:
a.       Simbol-simbol memungkinkan manusia untuk berhubungan dengan dunia material dan sosial dengan mengizinkan mereka memberi nama, membuat kategori, dan mengingat obyek-obyek yang mereka temukan dimana saja.
b.      Simbol- simbol menyempurnakan kemampuan manusia untuk memahami lingkungannya.
c.       Simbol-simbol mampu meningkatkan kemampuan manusia untuk memecahkan persoalan. Berbeda dengan binatang yang memecahkan persoalannya dengan trial and error, maka manusia sanggup untuk berpikir jalan keluar dari sebuah masalah dengan menggunakan simbol- simbol sebelum bertindak.
d.      Penggunaan simbol memungkinkan manusia bertransendensi  dari segi waktu,tempat, bahkan diri mereka sendiri. Penggunaan simbol memungkinkan manusia untuk membayangkan bagaimana hidup di masa lampau atau akan datang. Mereka juga bisa membayangkan gambaran diri mereka sendiri berdasarkan pandangan orang lain (taking the role of the other)
e.       Simbol- simbol memungkinkan manusia tidak diperbudak oleh lingkungannya. Mereka bisalebih aktif daripada pasif dalam mengarahkan dirinya kepada sesuatu yang mereka perbuat.

4)             Aksi dan interaksi
Perhatian utama dari interaksionisme simbolik ialah dampak dari arti dan simbol dalam aksi dan interaksi manusia. Dalam hal ini,mungkin akan  lebih baik bila menggunakan pembedaan yang dibuat oleh Mead tentang covert behavior (tingkah laku yang tersembunyi) dan overt behavior (tingkah laku yang terang- terangan).
Covert behavior adalah proses berpikir yang melibatkan arti dan simbol. Sedangkan overt behavior merupakan tingkah laku nyata yang dilakukan oleh seorang aktor. Terdapat beberapa overt behavior yang tidak melibatkan covert behavior. Artinya ialah ada tingkah laku yang tidak didahului oleh proses berfikir. Covert behavior inilah yang menjadi pokok perhatian dari interaksionisme simbolik.
Arti dari simbol yang ada menimbulkan aksi dan interkasi sosial yang khas. Tindakan sosial pada dasarnya ialah suatu tindakan dimana seseorang bertindak yang didahulu dengan proses berpikir tentang orang lain yang ada disekitarnya. Dengan kata lain, manusia selalu memikirkan dampak dari perbuatannya terhadap sekelilingnya.
Dalam proses interaksi sosial,manusia mengkomunikasikan arti kepada orang lain melalui simbol. Kemudian orang tersebut menginterpretasikan simbol tersebut dan mengarahkan tingkah laku mereka berdasarkan interpretasi tersebut. Dengan demikian, ketika berinteraksi sosial, aktor- aktor terlibat dalamsebuah proses yang saling mempengaruhi.

5)             Membuat pilihan-pilihan
Oleh karena kemampuan manusia untuk mengerti akan arti dari simbol, maka manusia dapat melakukan pilihan terhadap tindakan- tindakan yang diambil. Manusia tidak perlu menerima begitu saja sebuah arti yang dipaksakan kepada mereka. Sebaliknya manusia mampu untuk bertindak terhadap sebuah simbol berdasarkan pada penilaian masing- masing individu.
W.I Thomas dalam Bernard Raho menyatakan “if men define situations as real, they are real in their consequences.[6] Thomas meyakini kemampuan manusia untuk memberikan definisi situasi yang spontan yang memungkinkan manusia untk bisa memilih dan memodifikasi arti dan simbol yang ada.

6)             Diri atau self
Guna memahami konsep ini lebih dari apa yang dimaksudkan oleh Mead, alangkah baiknya bila kita memahami terlebih dahulu ide looking- glass self yang dicetuskan oleh Charles Horton Cooley.
Apa yang dimaksud dengan looking- glass self oleh Charles Horton Cooley adalah bahwa manusia mempunyai kemampuan untuk melihat diri sendiri sebagaimana halnya kita melihat obyek sosial lainnya. Ide tentang looking- glass self ini dapat dibagi- bagi ke dalam tiga elemen, yakni: pertama, kita membayangkan bagaimana kita menampakkan diri kepada orang lain; kedua, bagaimana penilaian mereka terhadap penampilan kita; lalu yang ketiga ialah bagaimana kita mengembangkan semacam perasaan tertentu sebagai akibat dari bayangan kita tentang penilaian orang tersebut.
Konsep Cooley tentang looking- glass self dan konsep Mead tentang Self adalah sangat penting dalam perkembangan interaksionisme simbolik modern.
Blumer sendiri mendefinisikan self secara sederhana. Menurutnya, self semata- mata berarti bahwa manusia bisa menjadi obyek dari tindakannya sendiri. Manusia berbuat sesuatu terhadap dirinya sendiri dan mengarahkan dirinya ke dalam tindakan tertentu. Sebuah karya yang cukup kaya tentang self nampak dalam dramaturgi yang dikembangkan oleh Erving Goffman.



7)             Kelompok dan masyarakat
Menurut Blumer, masyarakat tidak terbuat dari struktur- struktur yang bersifat makro. Esensi dari masyarakat ahrus ditemukan dalam aktor dan tindakan- tindakannya.
Blummer ,dalam Bernard Raho, menyatakan bahwa masyarakat manusia harus dilihat sebagai orang- orang yang sedang bertindak dan kehidupan masyarakat dilihat sebagai bagian dari tindakan mereka.
Kehidupan kelompok adalah keseluruhan tindakan yang sedang berlangsung. Kendati demikian, masyarakat tidak dibuat dari tindakan yang terisolasi. Didalamnya terdapat tindakan kolektif yang melibatkan individu- individu yang menyesuaikan tindakan mereka terhadap satu sama lain. Dengan kata lain, mereka saling mempengaruhi dalam tindakan. Mead menyebut ini sebagai social act (perbuatan sosial) dan Blumer menyebutnya sebagai joint action (tindakan bersama).
Blumer tetap mengakui eksistensi dari struktur- struktur sosial yang bersifat makro. Tetapi dalam pandangannya struktur- struktur itu memiliki pengaruh yang sangat terbatas di dalam interaksionisme simbolik. Blumer sering berpendapat bahwa struktur yang bersifat makro tidak lebih penting daripada semacam kerangka kerja, yang didalamnya aski- aksi kerja kehidupan social beserta interaksinya terjadi. Struktur- struktur makro memang menetapkan kondisi dan batasan terhadap tingkah laku manusia, tetapi itu tidak menentukan tingkah laku itu. Struktur- struktur makro menjadi penting sejauh mereka menyiapkan simbol- symbol yang berguna bagi aktor untuk bertindak. Struktur- struktur itu tidak punya arti kalau aktor tidak melekatkan suatu arti. Sebuah organisasi tidak secara otomatis berfungsi karena dia memiliki struktur atau aturan- aturan melainkan karena aktor di dalamnya berbuat sesuatu dan perbuatan itu merupakan hasil dari definisi situasi yang mereka buat.

G.    Premis- Premis Interaksionisme Simbolik
1)      Individu merespons suatu situasi simbolik. Individu dipandang aktif untuk menentukan lingkungan mereka sendiri.
2)      Makna adalah produk interaksi sosial. Oleh karena itu, makna tidak melekat pada obyek, melainkan dinegosiasikan melalui penggunaan bahasa.
3)      Makna yang diiterpretasikan individu dapat berubah dari waktu ke waktu, sejalan dengan perubahan situasi yang ditemukan dalam interaksi sosial. Perubahan interpretasi dimungkinkan karena individu dapat melakukan proses mental, yakni berkomunikasi dengan dirinya.


H.     Metodologi Penelitian Interaksi Simbolik
Interaksi simbolik termasuk ke dalam salah satu dari sejumlah tradisi penelitian kualitatif yang berasumsi bahwa penelitian sistematik harus dilakukan dalam suatu lingkungan yang alamiah dan bukan lingkungan artifisial seperti eksperimen. Secara lebih jelas Denzin mengemukakan tujuh prinsip metodologis berdasarkan teori interaksi simbolik, yaitu :
1)             Simbol dan interaksi harus dipadukan sebelum penelitian tuntas.
2)             Peneliti harus mengambil perspektif atau peran orang lain yng bertindak (the acting other) dan memandang dunia dari sudut pandang subjek, namun dalam berbuat demikian peneliti harus membedakan antara konsepsi realitas kehidupan sehari-hari dengan konsepsi ilmiah mengenai realitas tersebut.
3)             Peneliti harus mengaitkan simbol dan definisi subjek hubungan sosial dan kelompok-kelompok yang memberikan konsepsi demikian.
4)             Setting perilaku dalam interaksi tersebut dan pengamatan ilmiah harus dicatat.
5)             Metode penelitian harus mampu mencerminkan proses atau perubahan, juga bentuk perilaku yang yang statis.
6)             Pelaksanan penelitian paling baik dipandang sebagai suatu tindakan interaksi simbolik.
7)             Penggunaaan konsep-konsep yang layak adalah pertama-tama mengarahkan (sensitizing) dan kemudian operasional, teori yang layakmenjadi teori formal, bukan teori agung (grand theory) atau teori menegah (middle-range theory), dan proposisi yang dibangun menjadi interaksional dan universal.
Prinsip bahwa teori atau proposisi yang dihasilkan penelitian berdasarkan interaksionisme simbolik menjadi universal, sebagaimana diikemukakan Denzin diatas sejalan dengan pandangan Glaser dan Strauss yang upayanya untuk membangun “teori berdasarkan data” (grounded theory) dapat dianggap sebagai salah satu upaya serius untuk mengembangkan metodologi interaksionis simbolik. Hanya saja, meskipun bersifat induktif, pandangan Glaser dan Strauss mugkin terlalu idealis bagi sebagian penganut interaksionisme simbolik.

I.        Masyarakat sebagai Interaksi Simbolis
Bagi Blumer, masyarakat harus merupakan studi dari tindakan bersama daripada prasangka terhadap apa yang dirasanya sebagai sistem yang kabur dan berbagai prasayarat fungsional yang sulit difahami.
Masyarakat merupakan hasil interaksi simbolis dan aspek inilah yang merupakan masalah bagi sosiolog. Bagi Blumer keistimewaan pendekatan kaum interaksionis simbolik ialah manusia dilihat saling menafsirkan atau membatasi masing- masing tindakan mereka dan bukan hanysa saling bereaksi kepada setiap tindakan itu menurut metode stimulus- respon. Seseorang tidak langsung memberi respon pada tindakan orang lain, tetapi didasarkan oleh pengertian yang diberikan kepada tindakan tersebut.
Blumer menyatakan bahwa dengan demikian berarti interaksi manusia dijembatani oleh penggunaan simbol- simbol,oleh penafsiran, oleh kepastian makna dari tindakan oran lain disekitarnya. Dalam kasus perilaku manusia, mediasi ini sama dengan penyisipan suatu proses penafsiran diantara stimulus dan respon.[7] Blumer tidak mendesakkan prioritas dominasi kelompok, tetapi melihat tindakan kelompok sebagai kumpulan dari tindakan individu. Blumer melanjutkan idenya dengan menambahkan bahwa kehidupan kelompok yang demikian merupakan respon pada situasi dimana orang menemukan dirinya.

J.      Kritik Terhadap Interaksionisme Simbolik Blumer
Beberapa kritik utama yang yang ditujukan terhadap perspektif teori ini yaitu[8]:
1)       Aliran utama interaksionisme simbolik dituduh terlalu mudah membuang teknik ilmiah konvensional. Eugene Weinstein daan Judith Tanur dengan tepat menyatakan hal ini: “Hanya karena kadar kesadaran itu kualitatif, tak berarti pengungkapan keluarnya tak dapat dikodekan, diklasifikasi, atau bahkan dihitung” (1976:105). Ilmu dan subjektivisme tidaklah saling terpisah satu sama lain.
2)       M. Kuhn (1964), W. Kolb (1944), B. Meitzer, J. Petras dan L. Reynolds (1975), dan banyak lagi lainnya yang mengkritik ketidakjelasan konsep-konsep esensial Meadian seperti : pikiran, diri, I, dan Me. Lebih umum lagi Kuhn (1964) berbicara tentang ambiguitas dan kontradiksi dalam teori Mead. Di luar teori Meadin, mereka mengkritik berbagai konsep dasar teoritisi interaksionisme simbolik yang dinilai keliru, tidak tepat, dan karena itu tak mampu menyediakan basis yang kuat untuk membangun teori dan riset. Karena konsep-konsep itu tak tepat, maka sulit mengoperasionalisasikannya, akibatnya adalah tak dapat dihasilkan proposi-proposisi yang dapat diuji (Stryker, 1980).
3)       Interaksionisme simbolik dikritik karena karena meremehkan atau mengabaikan  peran struktur berkala luas. Kritik ini diekspresikan dengan berbagai cara. Misalnya, Weinstein dan tanur mengatakan bahwa interaksionisme simbolik mengabaikan keterkaitan (connectedness) dari hasil-hasil (1976:106). Sheldon Stryker menyatakan bahwa pemusatan perhatian interaksionisme simbolik terhadap interaksi ditingkat mikro berfungsi “meminimalkan atau menyangkal fakta struktur sosial dan mempengaruhi gambaran kontrol masyarakat atas perilaku” (1980:146).
4)       Interaksionisme simbolik tak cukup mikroskopik, mengabaikan peran penting faktor seperti ketidaksadaran dan emosi (Meltzer, Petras, Reynolds, 1975, Stryker, 1980). Begitu pula, interaksionisme simbolik dikritik karena mengabaikan faktor psikologis seperti kebutuhan, motif, tujuan, dan aspirasi. Dalam upaya mereka untuk menyangkal adanya kekuatan abadi yang memaksa aktor bertindak, teoritisi interaksionisme simbolik malahan memusatkan perhatian pada arti, simbol, tindakan, dan interaksi. Mereka mengabaikan faktor psikologis yang mungkin membatasi atau menekan aktor. Dalam kedua kasus ini, teoritisi interaksionisme simbolik dituduh membuat “pemujaan mutlak” terhadap kehidupan sehari-hari (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85). Pemusatan perhatian terhadap kehidupan sehari-hari ini selanjutnya menandai penekanan berlebihan terhadap situasi langsung dan “perhatian yang obsesif terhadap situasi sementara, episodik, dan singkat” (Meltzer, Petras, dan Reynolds, 1975:85)

K.    Interaksionisme Simbolik Erving Goffman
Salah satu karya yang cukup penting tentang Self nampak dalam karya Goffman yang berjudul Presentation of Self in Everyday Life (1959). Konsep Goffman tentang self sangat dipengaruhi oleh George Mead, khususnya dalam diskusi tentang ketegangan antara I (sebagai aspek diri yang spontan) dan Me ( sebagai aspek diri yang dibebani oleh norma-norma sosial).
Ketegangan tersebut terjadi karena ada perbedaan antara apa yang orang lain harapkan supaya kita berbuat dengan apa yang ingin kita lakukan secara spontan. Terdapat perbedaan antara keinginan pribadi dan keharusan yang diharapkan oleh orang lain atau masyarakat.
Dalam keadaan demikian, maka guna mempertahankan gambaran diri yang stabil, manusia cenderung melakonkan peran- peran sebagaimana halnya seorang aktris atau aktor memainkan perannya diatas panggung pertunjukkan. Oleh sebab itu, Goffman cenderung melihat kehidupan sosial sebagai satu seri drama atau pertunjukkan dimana para aktor memainkan peran tertentu. Pendekatan sedemikian ini disebutnya dengan pendekatan dramaturgi. Dalam pendekatan ini, ia membandingkan kehidupan sosial sebagai sebuah pertunjukkan diatas panggung. Dalam pertunjukkan itu, panggung berarti lokasi atau tempat dimana kehidupan sosial itu berlangsung, sedangkan aktor atau aktris adalah posisi- posisi atau status- status di dalam masyarakat.
Menurut Goffman, diri bukanlah aktor tetapi lebih sebagai hasil interaksi dramatis antara aktor dan audien. Dramaturgi Goffman memperhatikan proses yang dapat mencegah gangguan atas penampilan diri. Saat berinteraksi, aktor ingin menampilkan perasaan diri yang dapat diterimaoleh orang lain. Tetapi aktor menyadari bahwa audien dapat mengganggu penampilannya,maka dari itu aktor berusaha menyesuaikan diri dengan pengendalian audien.
Kunci pemikiran Goffman adalah bahwa jarak peran adalah fungsi status sosial seseorang. Orang yang memiliki status sosial tinggi lebih sering menunjukkan jarak sosial karena alasan yang berbeda dengan orang yang berada pada status sosial yang lebih rendah.

L.     Hakikat Self dalam Karya Goffman
Goffman melihat self  sebagai hasil interaksi antara aktor dan penonton. Artinya, self mengarahkan tingkah lakunya sesuai dengan harapan penonton yang diperoleh aktor ketika berinteraksi dengan penonton.
Gofman mempunyai asumsi bahwa ketika individu-individu berinteraksi atau memainkan lakon-lakon dalam panggung sandiwara, maka mereka ingin supaya diri mereka diterima. Tetapi, di pihak lain, ketika mereka memainkan peran-perannya mereka tetap menyadari kemungkinan akan adanya penonton yang bisa mengganggu pertunjukan mereka. Oleh karena itu para aktor harus selalu menyesuaikan dirinya dengan keinginan dan harapan penonton, terutama menyangkut elemen-elemen hal yang bisa mengganggu. Para aktor itu berharap bahwa Self atau Diri yang mereka tampilkandalam pertunjukan itu, cukup kuat atau mengesankan sehingga para penonton bisa memberikan definisi tentang diri mereka itu sesuai dengan keinginan aktor-aktor itu sendiri.

M.   Dramaturgi
Dramaturgi merupakan pandangan tentang kehidupan sosial sebagai rentetan pertunjukan drama dalam sebuah pentas. Diri adalah pengaruh dramatis yang muncul dari suasana yang ditampilkan (interaksi dramatis), maka ia mudah mengalami gangguan.
Front stage (panggung depan) bagian pertunjukan yang berfungsi mendefinisikan situasi penyaksi pertunjukan. Front stage dibagi dua, setting pemandangan fisik yang harus ada jika aktor memainkannya dan front personal berbagai macam perlengkapan sebagai pembahasan perasaan dari aktor. Front personal dibagi dua, yaitu penampilan berbagai jenis barang yang mengenalkan status sosial aktor, dan gaya mengenalkan peran macam apa yang dimainkan aktor dalam situasi tertentu. Back stage ( panggung belakang) ruang dimana disitulah berjalan skenario pertunjukan oleh tim ( masyarakat rahasiayang mengatur pementasan masing-masing aktor).
Dalam interaksi terkadang orang menampilkan kondisi iedal di depan umum dan menyembunyikan keburukan dengan alasan:
1.      Aktor ingin mengubur kebiasaan buruk masa lalu yang bertentangan dengan prestasi masa kini.
2.      Aktor ingin menyembunyikan kesalahan yang telah dilakukan dan menyiapkan untuk memperbaiki kesalahan tersebut.
3.      Aktor memberikan gambaran hasil yang baik dan menyembunyikan proses yang terlibat dan menghasilkannya.
4.      Aktor merasa perlu menyembunyikan keterlibatan tindakan kotor dalam upaya menghasilkan petunjukan.
5.      Akor mungkin menyelipkan standar lain dalam melakukan sesuatu.
6.      Aktor mungkin menyembunyikan penghinaan atasnya atau setuju dihina asalkan kegiatan yang diinginkan dapat terus berjalan.

N.    Contoh Implementasi Interaksionisme Simbolik dalam Kehidupan Sehari- hari
Bercakap-cakap secara online telah menjadi suatu kegiatan favorit jutaan orang. Para remaja mengungkit-ungkit peristiwa sehari-hari dengan teman-temannya, para kakek nenek berhubungan dengan cucu, para pengusaha mengukuhkan perjanjian merekadengan sebuah klik pada suatu tombol “kirim”. Mereka semua mencintai kecepatan komunikasi online. Mereka mengirimkan surat elektronik ( email) atau memasang suatu catatan pada chat room, dan dalam sekejap orang diseluruh negara dapat membaca atau menanggapinya.
Untuk mendukung tren ini, para pemakai komputer telah mengembankan simbol untuk menyampaikan rasa humor, kekecewaan, sarkasme, dan suasana hati lainnya. Meskipun simbol ini tidak sedemikian bervariasi atau spontan seperti isyarat non verbal pada interaksi tatap muka,simbol-simbol tersebut tetap bermanfaat. Berikut beberapa contoh tulisan singkatan dengan sentuhan komunikasi yang lucu:
Singkatan
Artinya
GMTA
Orang hebat berpikiran sama (Great Minds Think Alike)
IAB
Aku bosan (I Am Bored)
LOL
Tertawa terbahak-bahak (Laughing Out Load)
ILY
Aku cinta padamu (I Love You)





BAB III
PENUTUP
A.                Kesimpulan
Interaksionisme Simbolik adalah suatu teori tentang pribadi atau individu, tindakan sosial, yang dalam bentuknya yang paling distingtif tidak berusaha untuk menjadi suatu teori makro dalam masyarkat.
Penjelasan-penjelasan mengenai tindakan – komponen teoritis – tetap sederhana, tetapi ini bisa dilihat sebagai suatu pilihanyang sadar dalam rangka menangkap beberapa kerumitan situasi nyata.
Tugas teoritis yang ditunjukannya ialah pengembangan dari penjelasan teoritis canggih yang berlangsung lebih dalam pada aspek-aspek tindakan individu, tanpa kehilangan kerumitan dari dunia nyata.

B.     Saran
Berdasarkan dari makalah ini terdapat banyak informasi yang terkait mengenai interaksionisme simbolik,  akan tetapi sumber yang terlalu banyak sangat menyulitkan dalam pengumpulan data. Semoga dengan selesainya makalah ini akan menjadi bahan motivasi untuk penyusun mencari tahu lebih jauh lagi.













24
 
 


DAFTAR PUSTAKA

1.      Bachtiar, Wardi. Sosiologi Klasik: dari Comte hingga Parsons. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. 2006
2.      Henslin, M James. Sosiologi dengan Pendekatan Membumi edisi 6. Jakarta: Penerbit Erlangga. 2007.
3.      Nurdin, Amin. Mengerti Sosiologi. Jakarta: UIN Press. 2006.
4.      Poloma, M Margareth. Sosiologi Kontemporer. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada. 2006.
5.      Raho, Bernard SVD. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. 2007.


[1] http://bahasa.cs.ui.ac.id/kbbi/, diakses 08 Oktober 2013, 19:00

[3] http://kbbi.web.id/obyek, diakses 08 Oktober 2013, 22:02
[4] Merupakan kegiatan pengujian yang lebih intensif dan berfokus pada obyek yang diamati (source: http://dedymasry.blogspot.com/2013/10/perspektif-komunikasi-antar-manusia.html, diakses 09 Oktober 2013, 15:00)
[6] Bernard Raho. Teori Sosiologi Modern. (Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher, 2007), hal 113
[7] Margareth M.Poloma. Sosiologi Kontemporer. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2004), hal 263

Komentar

  1. ini artikelnya kayanya ada yang translate dari bahasa inggris terus diterjemahin seenaknya :( terutama konsep blumer dan mead

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

PENYUSUNAN INSTRUMEN NON TES

POPULASI DAN SAMPEL

INTERAKSI SOSIAL DAN SOSIALISASI